Lebih 17.000 Kilometer Bersepeda, untuk Kampanye ‘Lestarikan Hutan’
Usia boleh lansia, tapi semangat harus tetap muda. Sepenggal kalimat yang dilontarkan seorang pensiunan pegawai kehutanan, Kalimantan Tengah itu harus menjadi teladan bagi semua orang. Bagaimana tidak, diusianya yang sudah senja, Raden Andik Jaya Prawira, masih bersemangat memacu sepedanya untuk mengkampanyekan kelestarian hutan Indonesia.
KUNJUNGI DPRD BANGGAI: Raden Andik Jaya Prawira (bersepeda). |
JENGGOT putih mengelayut manja di dagunya. Matanya yang awas terlihat samar dari balik kacamata riben. Keringat masih bercucuran di wajah keriputnya,
ketika pria berusia 72 tahun itu menghentikan kayuhan sepeda di teras kantor
DPRD Banggai, Senin (11/1/2016) kemarin sekira pukul 10.40 Wita. Setelah melepas helm, kaca mata lalu mengelap peluh di
wajahnya. Andik –demikian sapaan akrabnya- mulai mengeluarkan satu bundelan
besar dari tas sepeda merk Poligon yang jadi tunggangannya. Pria beranak 7
dengan 12 cucu itu kemudian menyalami satu per satu awak media dan warga yang
bertepatan ada di teras DPRD. Ia kemudian diterima Sekretaris Dewan, Maksum
Djaga setelah menyampaikan maksud kedatangan ke lembaga legislatif. “Saya hanya
minta waktu 15 menit saja pak, hanya untuk tanda tangan bukti saya telah sampai
di kabupaten Banggai,” terangnya kepada Sekwan.
Usai penandatangan daftar kunjungan. Andik mulai bercerita.
Sebagai seorang rimbawan –orang yang
berkosentrasi dalam pengelolaan hutan-, Andik punya keinginan untuk bisa
menyampaikan pesan kepada seluruh generasi muda, mengenai peran aktif menjaga kelestarian
hutan. Alasannya, karena hutan di Indonesia adalah paru-paru dunia yang
mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan suhu di bumi. “Jadi kepada
anak-anak saat ini, kepada adek-adek. Kita memang sudah pensiun, tapi jiwa
rimbawan kita tetap ada. Jangan ada lagi kebakaran hutan. Yang kemarin itu
(kebakaran riau_red) adalah kebakaran hutan paling parah selama 18 tahun
terakhir. Karena hutan kita adalah paru-paru dunia, mari kita jaga bersama,” tegas pria yang mengaku sudah melintasi 17.000 kilometer sebelum sampai di
daerah ini.
Awalnya, andik hanya berkeinginan untuk mengunjungi beberapa
alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) yang ada di pulau Jawa. Namun,
saat berkunjung ke Kemetrian Kehutanan, Ia kemudian diarahkan untuk dapat berkunjung
ke seluruh Indonesia, utamanya di lokasi-lokasi yang terdapat lulusan SKMA.
Jadi selain bertemu alumni, Andik juga diharapkan mampu mengkampanyekan
pelestarian hutan. Ia mengaku berangkat dari kampung halamannya di Banten, Jawa
Barat sejak tanggal 16 September 2014. Sudah 15 bulan pensiunan Kasubdin
Kehutanan provinsi Kalimantan Tengah itu berkeliling. Dari Banten tujuan
pertamanya ialah lintas Jawa – Bali, dan pensiunan kehutanan tahun 1996 itu
berhasil meraih rekor MURI. Sebab, di Ia merupakan satu-satunya lansia yang
mampu melahap 5.759 kilometer dengan bersepeda. Jarak itu ditempuh dalam waktu
270 hari. Sebagai bukti kunjungannya, Ia berhasil membukukan tanda tangan dari
590 pejabat dari 128 kabupaten/kota dalam rute itu.
Tak berhenti disitu, saat tiba di Nusa Tenggara Barat (NTB),
Andik juga berhasil memecahkan rekor MURI dengan kategori yang sama. Sebab, Ia
berhasil menempuh 7.900 kilometer dan melewati 29 kabupaten/kota dalam watku
105 hari. “Di NTB saya mengunjungi 29 dari 32 kabupaten – kota yang ada, dan
berhasil mengumpulkan 135 tanda tangan dari Gubernur dan pejabat di wilayah
itu,” ceritanya.
Untuk lintas Sulawesi sendiri, Andik mengatakan baru masuk
pada tanggal 17 Oktober 2015. Ia memulai perjalanannya dari Pasang Kayu. Di
Sulawesi Barat, hanya ada satu daerah yang tidak sempat dikunjunginya karena
terjadi tanah longsor, yakni kabupaten Mamasa. Tapi wilayah Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara sudah selesai. Dari Pasang Kayu hingga Mamuju, sampai ke
Selayar semua dilalui. Jalannya sudah bagus, katanya. Lalu, Takalar, Jeneponto,
Bantaeng. Bahkan, di Sultra Ia sempat mampir ke Wakatobi, Ereke, Buton sebelum
akhirnya masuk ke Sulawesi Tengah. Ia mengaku masuk ke Sulteng dari Wanggudu,
Konawe Utara, Sulawesi Tenggara hingga ke kabupaten Morowali dan Morowali
Utara. Dari kota Kolonodale, Andik menumpang Ferry, dan tiba di desa Sility,
kemudian melanjutkan perjalanan ke Luwuk. “Saya berencana mau menyelesaikan
Sulteng dulu. Jadi besok (hari ini_red) saya akan bertolak ke Tojo Una-una,
Poso, Parigi, Palu, Donggala, Toli-toli kemudian Buol. Baru menyeberang ke
Gorontalo,” imbuhnya dengan sedikit ngos-ngosan.
Andik mengaku tidak mengunjungi kabupaten Banggai Kepulauan
dan Banggai Laut karena di dua kabupaten itu tidak terdapat alumni SKMA yang
bisa memfasilitasinya. Sebab, dalam perjalannya Ia mendapatkan pengawalan dari
para alumni yang ada disetiap daerah. Setelah menyelesaikan Sulteng, Ia akan
menuju Gorontalo dengan rute, Marisa, Tilamuta, Gorontalo, Suwawa, kemudian
Kotamobagu, kemudian masuk Minahasa dan Bitung. “Saya mau mengunjungi pulau
paling utara, Miangas, kepulauan Sangihe Talaud. Karena kemarin sudah dapat
piagam dari pak bupati karena sudah mengunjungi kota di pulau paling selatan
yaitu, pulau Rote,” kisahnya.
Setelah itu, Ia akan melanjutkan perjalanannya ke Manokwari,
sebab ada satu sekolah SKMA di daerah itu, kemudian ke Merauke yang merupakan
titik paling Timur Indonesia. Selesai dari situ barulah Andik kembai ke lintas
Kalimantan, Lintas Sumatera, lalu balik ke Banten. “Jadi masih ada sekira satu
sampai satu setengah tahun lagi untuk kembali,” katanya.
Ia juga bersyukur karena selama perjalanannya, belum pernah
mendapatkan rintangan yang berat. Sebab, kesehatan masih tetap bisa diterimanya
dari Yang Kuasa. “Kalau ganti perban tidak pernah (sakit__red), tapi kalau
ganti ban sudah tiga kali, ganti kanvas rem sudah enam kali, ganti porsneling
sudah dua kali, sadel dua kali dan sepatu empat kali. Tapi Puji Tuhan dari
tahun 1980 saya belum pernah sakit,” imbuhnya dengan penuh semangat.
Ditanya mengenai perjalanannya apakah semua kota dilalui
dengan bersepeda, Andik menjelaskan ada beberapa wilayah yang terpaksa Ia
menaikkan sepedanya ke kendaraan umum. Sebab, tidak adanya pengawalan dari
alumni dan kondisi medan jalan yang berat membuatnya harus melakukan itu.
Sebab, rute kunjungannya masih panjang sehingga Ia mengaku harus memikirkan
kelanjutannya. “Kalau medannya bagus kayak disini saya pastikan naik sepeda,
tapi kalau medannya berat saya terpaksa naik kendaraan umum, apalagi kalau
malam hari,” akunya.
Soal penginapan dalam perjalanan, Andik mengatakan bisa
menginap dimana saja. terkadang Ia menginap di Mushollah, pos polisi, pos
kehutanan –jika ada- , kantor-kantor atau rumah dari alumni SKMA. “Jadi selama
ini tidak ada masalah soal itu. Untuk makan saya selalu beli atau makan bersama
alumni,” terangnya.
Diakhir perbincangan, Andik hanya berharap dapat
menyelesaikan misinya mengunjungi rute yang telah dijadwalkan dan mampu memberi
motivasi kepada generasi muda untuk tetap setia menjaga kelestarian hutan di
Indonesia.(*)