Senin, 11 Januari 2016

Raden Andik Jaya Prawira, Rimbawan Lansia yang Terus Berkarya


Lebih 17.000 Kilometer Bersepeda, untuk Kampanye ‘Lestarikan Hutan’


Usia boleh lansia, tapi semangat harus tetap muda. Sepenggal kalimat yang dilontarkan seorang pensiunan pegawai kehutanan, Kalimantan Tengah itu harus menjadi teladan bagi semua orang. Bagaimana tidak, diusianya yang sudah senja, Raden Andik Jaya Prawira,  masih bersemangat memacu sepedanya untuk mengkampanyekan kelestarian hutan Indonesia.

KUNJUNGI DPRD BANGGAI: Raden Andik Jaya Prawira (bersepeda).
JENGGOT putih mengelayut manja di dagunya. Matanya yang awas terlihat samar dari balik kacamata riben. Keringat masih bercucuran di wajah keriputnya, ketika pria berusia 72 tahun itu menghentikan kayuhan sepeda di teras kantor DPRD Banggai, Senin (11/1/2016) kemarin sekira pukul 10.40 Wita. Setelah melepas helm, kaca mata lalu mengelap peluh di wajahnya. Andik –demikian sapaan akrabnya- mulai mengeluarkan satu bundelan besar dari tas sepeda merk Poligon yang jadi tunggangannya. Pria beranak 7 dengan 12 cucu itu kemudian menyalami satu per satu awak media dan warga yang bertepatan ada di teras DPRD. Ia kemudian diterima Sekretaris Dewan, Maksum Djaga setelah menyampaikan maksud kedatangan ke lembaga legislatif. “Saya hanya minta waktu 15 menit saja pak, hanya untuk tanda tangan bukti saya telah sampai di kabupaten Banggai,” terangnya kepada Sekwan.
Usai penandatangan daftar kunjungan. Andik mulai bercerita. Sebagai seorang rimbawan –orang yang berkosentrasi dalam pengelolaan hutan-, Andik punya keinginan untuk bisa menyampaikan pesan kepada seluruh generasi muda, mengenai peran aktif menjaga kelestarian hutan. Alasannya, karena hutan di Indonesia adalah paru-paru dunia yang mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan suhu di bumi. “Jadi kepada anak-anak saat ini, kepada adek-adek. Kita memang sudah pensiun, tapi jiwa rimbawan kita tetap ada. Jangan ada lagi kebakaran hutan. Yang kemarin itu (kebakaran riau_red) adalah kebakaran hutan paling parah selama 18 tahun terakhir. Karena hutan kita adalah paru-paru dunia, mari kita jaga bersama,” tegas pria yang mengaku sudah melintasi 17.000 kilometer sebelum sampai di daerah ini.
Awalnya, andik hanya berkeinginan untuk mengunjungi beberapa alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) yang ada di pulau Jawa. Namun, saat berkunjung ke Kemetrian Kehutanan, Ia kemudian diarahkan untuk dapat berkunjung ke seluruh Indonesia, utamanya di lokasi-lokasi yang terdapat lulusan SKMA. Jadi selain bertemu alumni, Andik juga diharapkan mampu mengkampanyekan pelestarian hutan. Ia mengaku berangkat dari kampung halamannya di Banten, Jawa Barat sejak tanggal 16 September 2014. Sudah 15 bulan pensiunan Kasubdin Kehutanan provinsi Kalimantan Tengah itu berkeliling. Dari Banten tujuan pertamanya ialah lintas Jawa – Bali, dan pensiunan kehutanan tahun 1996 itu berhasil meraih rekor MURI. Sebab, di Ia merupakan satu-satunya lansia yang mampu melahap 5.759 kilometer dengan bersepeda. Jarak itu ditempuh dalam waktu 270 hari. Sebagai bukti kunjungannya, Ia berhasil membukukan tanda tangan dari 590 pejabat dari 128 kabupaten/kota dalam rute itu.
Tak berhenti disitu, saat tiba di Nusa Tenggara Barat (NTB), Andik juga berhasil memecahkan rekor MURI dengan kategori yang sama. Sebab, Ia berhasil menempuh 7.900 kilometer dan melewati 29 kabupaten/kota dalam watku 105 hari. “Di NTB saya mengunjungi 29 dari 32 kabupaten – kota yang ada, dan berhasil mengumpulkan 135 tanda tangan dari Gubernur dan pejabat di wilayah itu,” ceritanya.
Untuk lintas Sulawesi sendiri, Andik mengatakan baru masuk pada tanggal 17 Oktober 2015. Ia memulai perjalanannya dari Pasang Kayu. Di Sulawesi Barat, hanya ada satu daerah yang tidak sempat dikunjunginya karena terjadi tanah longsor, yakni kabupaten Mamasa. Tapi wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara sudah selesai. Dari Pasang Kayu hingga Mamuju, sampai ke Selayar semua dilalui. Jalannya sudah bagus, katanya. Lalu, Takalar, Jeneponto, Bantaeng. Bahkan, di Sultra Ia sempat mampir ke Wakatobi, Ereke, Buton sebelum akhirnya masuk ke Sulawesi Tengah. Ia mengaku masuk ke Sulteng dari Wanggudu, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara hingga ke kabupaten Morowali dan Morowali Utara. Dari kota Kolonodale, Andik menumpang Ferry, dan tiba di desa Sility, kemudian melanjutkan perjalanan ke Luwuk. “Saya berencana mau menyelesaikan Sulteng dulu. Jadi besok (hari ini_red) saya akan bertolak ke Tojo Una-una, Poso, Parigi, Palu, Donggala, Toli-toli kemudian Buol. Baru menyeberang ke Gorontalo,” imbuhnya dengan sedikit ngos-ngosan.
Andik mengaku tidak mengunjungi kabupaten Banggai Kepulauan dan Banggai Laut karena di dua kabupaten itu tidak terdapat alumni SKMA yang bisa memfasilitasinya. Sebab, dalam perjalannya Ia mendapatkan pengawalan dari para alumni yang ada disetiap daerah. Setelah menyelesaikan Sulteng, Ia akan menuju Gorontalo dengan rute, Marisa, Tilamuta, Gorontalo, Suwawa, kemudian Kotamobagu, kemudian masuk Minahasa dan Bitung. “Saya mau mengunjungi pulau paling utara, Miangas, kepulauan Sangihe Talaud. Karena kemarin sudah dapat piagam dari pak bupati karena sudah mengunjungi kota di pulau paling selatan yaitu, pulau Rote,” kisahnya.
Setelah itu, Ia akan melanjutkan perjalanannya ke Manokwari, sebab ada satu sekolah SKMA di daerah itu, kemudian ke Merauke yang merupakan titik paling Timur Indonesia. Selesai dari situ barulah Andik kembai ke lintas Kalimantan, Lintas Sumatera, lalu balik ke Banten. “Jadi masih ada sekira satu sampai satu setengah tahun lagi untuk kembali,” katanya.
Ia juga bersyukur karena selama perjalanannya, belum pernah mendapatkan rintangan yang berat. Sebab, kesehatan masih tetap bisa diterimanya dari Yang Kuasa. “Kalau ganti perban tidak pernah (sakit__red), tapi kalau ganti ban sudah tiga kali, ganti kanvas rem sudah enam kali, ganti porsneling sudah dua kali, sadel dua kali dan sepatu empat kali. Tapi Puji Tuhan dari tahun 1980 saya belum pernah sakit,” imbuhnya dengan penuh semangat.
Ditanya mengenai perjalanannya apakah semua kota dilalui dengan bersepeda, Andik menjelaskan ada beberapa wilayah yang terpaksa Ia menaikkan sepedanya ke kendaraan umum. Sebab, tidak adanya pengawalan dari alumni dan kondisi medan jalan yang berat membuatnya harus melakukan itu. Sebab, rute kunjungannya masih panjang sehingga Ia mengaku harus memikirkan kelanjutannya. “Kalau medannya bagus kayak disini saya pastikan naik sepeda, tapi kalau medannya berat saya terpaksa naik kendaraan umum, apalagi kalau malam hari,” akunya.
Soal penginapan dalam perjalanan, Andik mengatakan bisa menginap dimana saja. terkadang Ia menginap di Mushollah, pos polisi, pos kehutanan –jika ada- , kantor-kantor atau rumah dari alumni SKMA. “Jadi selama ini tidak ada masalah soal itu. Untuk makan saya selalu beli atau makan bersama alumni,” terangnya.
Diakhir perbincangan, Andik hanya berharap dapat menyelesaikan misinya mengunjungi rute yang telah dijadwalkan dan mampu memberi motivasi kepada generasi muda untuk tetap setia menjaga kelestarian hutan di Indonesia.(*)

Jumat, 03 Oktober 2014

Pimpin Demo di Mapolres, Amirudin Diciduk



LUWUK-Amirudin, warga Morowali yang menjadi Koordinator Lapangan (Korlap) aksi demo warga Dongin di Mapolres Luwuk, kemarin sekira pukul 09.30 Wita, Kamis (2/9), diciduk polisi. Amirudin diciduk karena memimpin aksi unjuk rasa tanpa disertai surat ijin. Kapolres Banggai, AKBP Dulfi Muis SIk SH MH bahkan turun langsung ke lapangan dan menjemput Amirudin, sebelum digiring ke ruangan penyidik.
Aksi unjuk rasa merupakan protes atas penangkapan 10 warga Desa Dongin yang menjadi tersangka kasus pengrusakan Balai Desa Dongin beberapa waktu lalu.
Beberapa warga lainnya yang dipanggil polisi untuk menjadi saksi dalam kasus pengrusakan itupun tak pernah menghadiri panggilan polisi. Diduga karena takut ditetapkan sebagai tersangka. Sebab mayoritas diantara mereka juga terlibat dalam pengrusakan balai desa. Rabu (01/10) sejumlah warga juga telah melakukan aksinya di kantor DPRD Banggai. Sore harinya sekira pukul 15.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita masyarakat juga melakukan aksinya di Mapolres Luwuk untuk mendesak polisi melepaskan rekan-rekannya. Sempat diterima Kapolres bersama Wakapolres, Kompol Prasetya Sejati SIk, masyararakat diminta untuk kooperatif dalam menghadiri panggilan polisi untuk menjalani pemeriksaan.
Bukannya menghadiri panggilan, warga kembali ke Mapolres dengan melakukan aksi Kamis kemarin."Kalau Rabu kemarin mereka memang ijin, tapi untuk hari ini tidak ada pemberitahuan," sebut Kapolres.
Kapolres saat melihat adanya aksi masyarakat Dongin tersebut langsung dari luar ruangannya, dan memerintahkan anggotanya untuk menangkap Amiruddin yang saat itu tengah berorasi.
Ibu-ibu yang ikut dalam aksi tersebutpun histeris dan berteriak-teriak meminta agar korlapnya tidak ditangkap. Namun, Amiruddin dan sejumlah warga yang diduga merupakan pelaku pengrusakanpun digiring ke dalam Mapolres Banggai dan langsung dilakukan pemeriksaan."Berulang kali saya katakan, unjuk rasa itu tidak dilarang tapi harus ada pemberitahuan. Mereka (masyarakat Dongin,red) saat saya tanyakan katanya ada ijinnya, saya tanyakan untuk hari apa, katanya dari kemarin sampe selesai. Lah, kalau sampe selesai ini kan gak jelas, masa orasi sampai selesai, bisa sampe tahun depan dong ijinnya kalau gitu," tegasnya.
"Amiruddin kita amankan karena melakukan aksi unjuk rasa tanpa ijin. Dan kita juga memiliki hak untuk menahannya selama 1 kali 24 jam untuk pemeriksaan," sambungnya.
Penahanan Amiruddin dilakukan karena yang bersangkutan melanggar Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 pasal 10 ayat 3 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Dimana, polisi dapat membubarkan aksi yang sebelumnya tanpa pemberitahuan."Kalau ditahan tidak, minimal wajib lapor. Untuk kendaraan dan perlengkapan unjuk rasa untuk sementara kita tahan. Kalau kita tidak tegaskan seperti itu, nanti dia semakin menjadi-jadi," ungkap Kapolres.
Informasi yang berhasil dihimpun Luwuk Post, polisi mengamankan sekira 19 warga desa Dongin untuk dimintai keteragannya terkait kasus pengrusakan balai desa. Sementara 10 warga lainnya yang telah diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka kini telah dititipkan di Lapas Kelas IIB Luwuk.
Amirudin sendiri disebut-sebut berada dibalik aksi pengrusakan balai desa Dongin yang dilakukan warga setempat.(van)

sumber : luwukpost

Sabtu, 13 September 2014

Tak Sampai Semenit, Devi Kalahkan Petinju Morowali

POSO-Harapan kabupaten Banggai untuk menambah perolehan medali emas semakin dekat. Sabtu, (13/9) kemarin Devi Sigarlaki berhasil mengkandaskan perjuangan petinju putri asal Morowali tak sampai semenit. Saat ronde pertama dimulai, Devi langsung melancarkan serangannya. Blok yang dipertunjukkan petinju asal Morowali tak mampu menahan kerasnya pukulan variasi Devi.

Tersudut di pojok ring, Devi tak menghentikan serangan hingga wasit memisahkan keduanya. Ramadani, petinju putri asal Morowali tak mampu melanjutkan pertandingan. Melihat hal itu, Devi terlihat mengelengkan kepalanya seakan tak percaya lawannya telah menyerah sebelum bel ronde pertama selesai.

Melihat kondisi Rahmadani, wasit akhirnya menghentikan pertandingan dan menyatakan Devi menang TKO (tehnical knok out) dan berhak melanjutkan pertandingan ke babak final kelas 51 kilogram. Sehari sebelumnya, petinju putra asal Banggai, Muhammad Fadli juga berhasil masuk babak final usai mengalahkan petinju asal Buol di babak semifinal.

Dicabang olahraga lainnya yang masuk babak final antara lain; pencak silat, 5 atlet saat ini telah memasuki babak final, catur cepat dan catur kilat masih berlangsung. Kemudian balap motor dan billyard serta taekwondo masih berlangsung. Namun untuk cabor taekwondo yang lokasi pertandingannya dilangsungkan di Tentena, telah berhasil meraih satu emas, satu perak dan satu perunggu dan saat ini masih bertanding.

Peringkat sementara kabupaten Banggai di pekan olahraga provinsi Sulawesi Tengah ke VII di kabupaten Poso, saat ini berada di posisi ke lima dengan perolehan sementara 5 medali emas, 14 perak dan 24 perunggu.(*)

Kamis, 11 September 2014

Alan Karateka Banggai Sumbang Emas di Porprov Sulteng ke VII


POSO-Setelah catur memastikan tiga medali emas, rabu malam lalu, Kamis (11/9) kemarin sekira pukul 18.00
Wita cabang olahraga Karate utusan kabupaten Banggai kembali menambah perolehan medali emas dari kelas 55 kilogram putra, serta satu perak dari kelas Katak beregu putri.

Manager Karate Banggai, Yori Ntoi mengungkapkan perolehan medali emas yang berhasil direbut Alan Nuari dari kelas 55 kilogram putra serta satu perak dari kelas katak beregu putri telah menambah perolehan medali bagi kabupaten Banggai."Kita berharap dari kelas bebas putra bisa menambah perolehan emas," sebutnya.

Yori juga mengungkapkan jika di kelas bebas putra tim karate yang tengah dipertandingkan menargetkan tiga medali emas untuk menambah koleksi medali untuk kabupaten Banggai.(van)



Rabu, 09 April 2014

Golput Saat Pemilu, Mungkin Salah Tapi Itu Pilihan

Ngomongin soal Pemilu, seingatku pertama dan terakhir memilih tuh saat presiden SBY pertama kali nyalon. Saat itu memang saya memilih beliau, tapi kemudian saya merasa tak ada yang istimewah ketika pilihan kita itu menang. Sebab mereka yang terpilih akan menjadi yang terhebat, sementara kita tetap akan menjadi diri kita seperti apa adanya. Sejak saat itu, dalam momentum pemilu jenis apapun termasuk pilkades [pemilihan umum kepala desa] saya tak ikutan. Banyak yang berkesimpulan bahwa keputusan yang terus dipertahankan hingga pemilu 9 April 2014 ini, adalah hal yang keliru. Sebab menurut mereka, dengan menyalurkan aspirasi yang ada, kita dapat menjadi bagian dari perubahan akan proses ke depan bangsa ini. Saya sih, fine-fine ajah dengan pernyataan itu..:)

Kenapa? ya karena itu menurut mereka, tapi kita kan punya pandangan masing-masing. Dan apapun keputusan kita, adalah hal yang memang telah kita perhitungkan. Jika tidak memilih kita dikatakan bukan bagian dari NKRI, mungkin saya akan nyoblos, hehe. Karena saya adalah anak negeri yang cinta akan negeri ini, meskipun dari segala hal pemerintah banyak menjual aset-aset negeri. Punya kekayaan alam yang berlimpah, namun rakyat tetap ajah banyak yang melarat. Tapi apapun itu, saya adalah anak Indonesia sekarang dan sampai kapanpun.

Mungkin salah ya, tapi jujur kebanyakan dari mereka yang terpilih itu. Suatu saat akan lebih mengutamakan kepentingan pribadinya ketimbang kepentingan orang banyak. Buktinya sudah banyak. Contohnya, banyak kasus korupsi yang pada ujung-ujungnya tersangkanya adalah mereka [orang-orang yang kita anggap hebat dan kita percayakan untuk dapat menyampaikan aspirasi]. Mereka yang dipercaya, justru lebih banyak mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok, tanpa peduli akan nasib kita [memang sih, ada beberapa orang yang benar-benar bekerja untuk rakyat]. Namun, di dalam sana, sistemnya kolektif. Jika tidak ditemukan jalan keluar maka ujung-ujungnya voting, ya jelas kalah lah yang mau bekerja untuk rakyat.

Apalagi kepada mereka yang mencalonkan diri dengan menghamburkan banyak uang. Tak akan mungkin mau memiskinkan diri jika tak ada tujuan untuk memperkaya diri. Iya, mereka yang menghamburkan uang banyak, pasti nekad. Karena mereka yakin, kelak jika terpilih dapat memperoleh hasil yang lebih banyak lagi. Seperti yang biasa terdengar dari kicauan 'burung', mereka akan mendapatkan fee dari sejumlah proyek pemerintah. Tak hanya itu, dari gaji, uang makan, uang rokok, uang rapat hingga uang turun lapangan dan SPPD, hasil yang diperoleh juga sangat banyak. Padahal, kebanyakan dari mereka kerjanya, hanya datang, duduk, diam, terima amplop, lalu pulang.

Untuk satu daerah yang merupakan daerah kelahiran saya saja, beberapa peraturan daerah hingga selesai masa jabatannya tak kunjung terselesaikan. Tapi soal dana perjalanan, pasti selesai sebelum habis masa penggunaannya. So apa sih manfaatnya bagi kita ? kalau hanya karena dia yang mencalonkan adalah keluarga, teman, atau apalah, apakah kita nantinya juga akan dimudahkan dalam mencari pekerjaan ?

Momentum Pemilu legislatif 9 April 2014 ini, dalam keluarga tak hanya saya sendiri yang memilih Golput [Golongan Putih]. Tapi isteri sayapun memilih hal yang sama, meski hanya ikut-ikutan namun dirinya pun mengakui jika siapa saja yang terpilih dari hasil pencoblosan. Tak akan pernah mempengaruhi kehidupan atau perekonomian keluarga [biasa ibu-ibu selalu mikirnya soal dapur, hehe]. Namun itu ada benarnya, mereka yang terpilih nantinya bakal naik mobil berkaca gelap, saat kita menyapa. Jangankan balas menyapa, buka kaca mobilnyapun akan susah. Jadi pilihan kami 'golput' adalah yang terbaik, biarlah kami menjadi penonton yang baik dalam setiap momentum itu.

Maaf jika salah, namun itu adalah pilihan saya sampai saat ini !

"Kita adalah penonton yang baik, siapapun yang terpilih, untuk makan kita tetap harus bekerja,"

Selasa, 08 April 2014

Sejarah Singkat Berdirinya Luwuk Post

Untuk warga kabupaten Banggai dan sekitarnya, koran harian Luwuk Post mungkin sudah tidak asing lagi. Karena Luwuk Post sudah 6 tahun lebih mendedikasikan diri, untuk dapat memberikan sajian informasi yang menarik bagi pembaca setianya. Namun, dibalik itu semua. Adakah diantara kalian yang tahu sejarah berdirinya Luwuk Post ?
Nah..untuk yang belum tahu saat ini saya akan membagikan sedikit informasi mengenai sejarah Luwuk Post. Meskipun saya bukanlah bagian dari orang-orang pertama dalam sejarah berdirinya Luwuk Post, tapi dari beberapa wartawan senior saya kerap mendapatkan informasi bagaimana awal berdirinya koran 'Harian Pertama Terbesar di Kawasan Timur Sulawesi' itu. Penasaran, ini sejarah singkatnya.

Koran harian Luwuk Post mulanya adalah bagian dari Gorontalo Post. Beberapa wartawan di Gorontalo Post adalah putra asli tanah Babasal (Banggai, Balantak, Saluan). Merasa mampu memberikan informasi menarik terkait beberapa daerah di Gorontalo hingga daerah itu dikenal luas secara Nasional. Sejumlah wartawan putra asli Babasal itu kemudian mendapatkan pemikiran untuk memperkenalkan daerahnya. Setelah membicarakan bersama terkait keinginan itu, mereka kemudian menyampaikan ke pimpinan redaksi Gorontalo Post, yang kemudian disetujui.
Awalnya, yang diberangkatkan ke kota Luwuk pada tanggal 4 November 2006 untuk merintis Biro Gorontalo Post ialah Haris Ladici (asli Gorontalo, sekarang Pimred Luwuk Post), Gafar Tokalang (asli Masama, sekarang Pimred Warta Mamua), dan Nasri Sei (asli Batui, sekarang Wiraswasta), sementara beberapa lainnya seperti Herdianto Yusuf (asli Banggai, sekarang Direktur Luwuk Post) tetap 'stay' di Gorontalo Post untuk membantu proses editing berita dari Luwuk, serta pengiriman koran ke Luwuk. Setelah mempelajari lokasi sehari setelah tiba, ketiganya kemudian mulai merintis jalan untuk menyajikan berita-berita lokal, lalu dikirimkan ke Gorontalo Post untuk diterbitkan [dicetak].

Tak mudah memang saat itu untuk mendapatkan berita-berita menarik seperti saat ini. Pasalnya, sejumlah pejabat yang memiliki kewenangan untuk memberikan informasi terkait rencana pembangunan sangat tertutup kepada wartawan. Alhasil, berita yang disajikan hanya berupa berbagai keluhan masyarakat. "Susah sekali, setiap kali kita datang wawancara. Jawaban para pejabat ialah maaf ada masalah apa ya?" imbuh Haris Ladici menirukan pernyataan salah satu pejabat saat itu.

"Kalau tidak begitu, pasti mereka (pejabat, red) langsung mengatakan 'maaf belum ada uang'. Haduhh, jadi memang saat itu konotasinya, wartawan itu kalau mau muat berita mesti dibayar, padahal sesungguhnya tidak demikian," sambungnya.

Seiring berjalannya waktu, dan warga maupun para pejabat mulai memahami akan fungsi dan manfaat media. Kesulitan akan penyajian berita-berita lokal pun teratasi. Meski masih cetakan hitam putih, namun koran yang saat itu dikenal dengan nama "Pro Sultim" sudah melekat di hati masyarakat kabupaten Banggai (saat itu masih tergabung dengan kabupaten Banggai Kepulauan dan kabupaten Banggai Laut). Hari berganti hari 'Pro Sultim' terus menarik perhatian pembaca Banggai, permintaan berlangganan dan pemasangan iklan pun bertambah.

Dari yang awalnya masih dicetak di Gorontalo Post, dan hanya empat halaman, serta masih tergabung dalam koran harian Gorontalo Post. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 7 Juli 2007, Pro Sultim akhirnya mendeklarasikan berdiri sendiri dan berganti nama menjadi Luwuk Post (bukan Luwuk Pos). Terbitan Luwuk Post juga sudah tidak tergabung dengan Gorontalo Post,Saat itu kantor Luwuk Post masih mengontrak rumah warga di Jalan Pulau Masalembo kelurahan Simpong [tak jauh dari Lapas kelas IIB Luwuk].
Beberapa putra Babasal yang menjadi wartawan di Gorontalo Post pun kembali ke tanah kelahirannya, termasuk Herdianto Yusuf dan Zulhelmi Alting [saat ini menjabat Redaktur Pelaksana Luwuk Post]. Perjalanan untuk membesarkan perusahaan terus digenjot, dengan tetap memperhatikan penyajian berita yang menarik dan edukatif kepada pembacanya. Meski telah berdiri sendiri, Luwuk Post sebagai bagian dari jaringan JPNN Group tetap berkoordinasi dengan Gorontalo Post.

Sembilan bulan kemudian, minat pembaca meningkat. Permintaan untuk pemasangan iklan dan advetorial [iklan dalam bentuk berita dan foto] untuk kantor-kantor atau organisasi tertentu pun berdatangan. Alhasil, Luwuk Post mampu membeli sebidang tanah dan bangunan di Jalan Imam Bonjol kelurahan Bungin Timur, kecamatan Luwuk. 
Kantor Luwuk Post akhirnya dipindahkan, lalu memulai dengan cetakan 8 halaman. Tak berapa lama kemudian, Luwuk Post yang merupakan jaringan dari Jawa Post National Network (JPNN) Group, akhirnya mendapatkan jatah mesin percetakan sendiri. Terus berkembang, Luwuk Post akhirnya kembali mendapatkan mesin cetak warna dari JPNN. Dari yang awalnya sehari hanya cetak 150 eksplempar, naik menjadi ribuan ekplempar.

Bukannya tak memiliki hambatan, Luwuk Post adalah koran harian yang telah makan 'asam garam' terkait pemberitaan. Mulai dari ucapan terima kasih, hingga penyerangan dan pengrusakan kantor pernah di alami [ulah oknum yang tidak senang akan keberadaan Luwuk Post]. Tak mudah memang mengembangkan perusahaan media, karena tantangan selalu saja ada. Direktur Luwuk Post, Herdiyanto Yusuf saat berbincang dengan saya mengatakan, itu adalah hal yang biasa terjadi kepada orang-orang media, dan kita tidak boleh patah arang.
"Makanya kita jangan mudah terbuai oleh pujian, karena pujian itu adalah racun," ucap Herdianto Yusuf saat itu. Alasannya simpel, menurutnya orang yang kerap menerima pujian itu, rata-rata menjadi malas untuk mengembangkan potensi [kemampuan] diri dalam membaca keinginan publik. Dampaknya, kita akan ketinggalan perkembangan atau informasi terkait perkembangan dunia. Itu juga akan berpengaruh pada minat baca pelanggan.

Kini Luwuk Post yang juga memiliki Website sendiri [news.luwukpost.info] tak hanya dikenal oleh warga kabupaten Banggai. Berkat eksistensi dan kemampuannya memberikan informasi, kabupaten Banggai dan Luwuk Post kini dikenal luas. Bahkan, hingga ke Mancanegara, seperti Australia, Jepang dan Amerika juga kerap mengunjungi website Luwuk Post untuk mengetahui perkembangan kota Luwuk dan sekitarnya. Mayoritas mereka adalah masyarakat kabupaten Banggai dan sekitarnya yang merantau ke negeri orang.

Ya, demikianlah sejarah singkat Luwuk Post yang saya ketahui. Semoga informasi singkat ini bisa bermanfaat bagi pembaca setia Luwuk Post dimanapun anda berada. Tetap baca Luwuk Post ya..:) Kritikan dan sarannya juga dibutuhkan, bisa datang langsung atau kirim SMS melalui rubrik SMS yang disediakan. Mari bersama kita membangun Babasal.(*)

Ditulis oleh : Steven Pontoh/ Wartawan Luwuk Post

Minggu, 16 Maret 2014

Heboh Penemuan Bangkai Mirip Unta



Warga Heran Dengan Bentuknya Yang Aneh

LUWUK-Warga kilometer 8 kelurahan Tanjung Tuwis, kecamatan Luwuk Selatan dikejutkan dengan penemuan bangkai hewan aneh. Keanehan itu terlihat karena bangkai hewan yang sudah terlihat hancur itu menunjukkan bagian leher yang panjang, serta tubuh yang besar.

Bobb, warga setempat, Sabtu (15/03) kepada Luwuk Post menyebutkan jika bangkai hewan aneh tersebut sudah ada sejak hari Kamis. Namun, baru di hari Jumat dirinya bersama warga setempat menyambanginya. Saat melihat bangkai hewan tersebut sejumlah presepsi wargapun bermunculan, ada yang mengatakan bangkai itu adalah bangkai sapi, ada yang bilang jerapah, adapula yang mengatakan itu bangkai unta."Kalau sapi tidak mungkin, karena saya ini puluhan tahun pelihara sapi. Saya tau modelnya sapi itu bagaimana, liat tulangnya saja yang besar sekali sudah tidak mungkin sapi," jelasnya.

Jika bangkai hewan itu adalah Jerapah dan unta, sangat mustahil. Pasalnya, jerapah dan unta tidak ada di Indonesia. Jikapun ada maka tempatnya itu di kebun binatang."Nah, kebun binatang tidak ada di Sulawesi, hanya ada di Jawa. Tidak mungkin sampe sini bangkainya," tegasnya lagi.

Spekulasi lainnya yang muncul ketika awak media menyambangi bangkai hewan itu Minggu (16/03) kemarin, di pantai tak jauh dari pekuburan umum kilometer depalan. Saat itu, sejumlah warga mengatakan jika bangkai itu adalah bangkai hewan laut yang telah lama hidup [hewan purba]. Tapi jika itu hewan laut, mengapa tubuhnya berbulu, tanya warga lainnya. Kebanyakan dari warga yang ada berpendapat jika bangkai itu adalah bangkai unta."Bisa jadi kan kalau ada penyeludup, karena mati di perjalanan mereka coba hilangkan jejak dengan mengikat leher dan kaki dengan pemberat baru buang ke laut," kata salah satu warga.

Amatan Luwuk Post, tubuh hewan itu sangat besar untuk ukuran sapi dan hewan lainnya yang hidup di wilayah Sulawesi. Selain itu, dibagian tubuh yang dikatakan leher dan memiliki panjang sekira 2 meteran itu terdapat tiga ikatan tali nilon besar. Hal itu seakan menegaskan pernyataan salah satu warga yang mengatakan jika hewan tersebut adalah unta yang mati dalam penyeludupan.(*)